Kamis, 26 November 2009

Tentang Plagiarisme

Wah! Ini topik yang lumayan berat, tapi biarlah jadi sekadar curhat.

Ceritanya begini, sekitar 2 minggu yang lalu saya mendapati buku yang sebenarnya lebih tepat disebut biografi, tapi oleh penulis dan penerbitnya disebut novel. Okelah. Tokohnya sudah saya kenal dari artikel majalah Intisari tahun 1980-an (artinya saya baca waktu saya masih SD, jadi maaf-maaf kalau ternyata ingatan saya sudah banyak bolongnya). Saya masih ingat tokoh ini pasti karena waktu saya membaca soal dirinya dulu kisah hidupnya menarik sekali. Sebut inisialnya OHL. Dia putri OTH, orang terkaya di Indonesia zaman Belanda dulu. Pastinya kisah hidupnya membuat silau saya dulu, saking dia punya segala macam yang tidak dipunyai saya yang masih kecil dulu (sampai sekarang juga sih... hehehe...).

Penulisnya yang mencantumkan embel-embel penulis pilihan, blogger pilihan, dll dsb pun menarik bagi saya. Apakah tulisan orang pilihan ini benar-benar oke?

Hmm... waktu saya mulai membaca, insting editor saya mulai bekerja. Siapa sih yang milih orang ini jadi penulis pilihan? *Gosh, emosi mulai terlibat... hehehe...* Anyway, saya tidak mau membahas itu dan gaya menulisnya yang... yaaaah... Membuktikan bahwa asal punya keberanian untuk mem-publish tulisan, kamu bisa terpilih jadi yang "pilihan" itulah.

Yang ingin saya bahas adalah... saya merasa membaca ulang artikel Intisari zaman dulu itu. Entah bagaimana--mungkin sebenarnya saya punya photography memory, cuma selama ini nggak sadar--semua yang saya baca di buku itu sama persis dengan yang saya baca di artikel Intisari. Padahal saya berharap mendapat sudut pandang yang berbeda, mendapat hasil riset lebih jauh tentang hidup tokoh OHL ini. Mmm... nggak... Saya merasa sekali si penulis cuma menulis ulang, entah dari artikel Intisari itu atau dari buku yang mendasari penulisan artikel tersebut.

Ya sudahlah. Sisi baiknya adalah saya jadi bisa membaca ulang (meskipun dengan sedikit misuh-misuh dan sakit kepala) kisah hidup si tokoh OHL.

Cerita berikut tentang plagiarisme adalah novel Jody Picoult yang baru-baru ini ada film Hollywood-nya, "My Sister's Keeper". Mmm... Hollywood kalah cepat sama sinetron lokal, bo! Novel ini sudah tayang sekitar satu setengah tahun yang lalu di salah satu TV lokal Indonesia. Dan yang lucunya, setelah sinetron tersebut tayang dan jadi bahan omongan di kantor, saya mendapat tugas mengedit buku soal penulisan skenario sinetron. Dan oh la la! Skenario "My Sister's Keeper" ini jadi bahan contoh skenario di dalam buku tersebut! Sama persis per adegan... yaaa okelah... si penulis skenario sinetron mengembangkan ide cerita (hihihi...). Tapi, kok bisa ya?

Sudah beberapa kali saya tulis bahwa semua ide itu sudah basi. Di blog ini, di blog friendster saya. Ide sudah basi, karena... apa yang belum dieksplorasi di zaman ini? Yang baru cara penyampaiannya. Dan... kalau kamu mendapat ide dari sesuatu yang lama, ingin mengeksplorasinya lagi, menuliskannya lagi... please, do it your own way. It may save your face some day. Yah, paling nggak kalau kamu menuliskannya dengan cara dan pikiran kamu sendiri, nggak akan ada orang iseng menuliskan sesuatu seperti ini tentang kamu.

Kamis, 05 November 2009

The Hunger Games~Suzanne Collins

Reality show di alam liar. Pasti langsung kebayang Survivor deh. Tapi gimana kalau peserta-peserta reality show itu dipaksa ikut, bukan menawarkan diri? Dan gimana kalau cara keluar hidup-hidup dari acara TV itu hanya dengan menjadi pemenang dan membunuh semua lawan?


Alkisah, tidak ada lagi yang namanya Amerika Serikat. Di lokasi bekas negara itu berdiri negara Panem, yang terdiri atas Capitol (ibu kotanya) dan 12 Distrik. Orang-orang hidup seperti di zaman batu... atau tepatnya seperti dalam film-film Mad Max atau Waterworld—saat di bumi sudah tidak ada apa-apa lagi, cuma padang pasir atau laut tak berbatas atau... yah, penguasa negeri yang keji dan tiran.


Capitol—si penguasa tiran—mengadakan Hunger Games tiap tahun. Tujuan permainan ini adalah memberi peringatan pada 12 Distrik bawahannya, bahwa Capitol-lah yang berkuasa. Dalam permainan ini, ke-12 distrik harus menyumbang sepasang remaja laki-laki dan perempuan sebagai pesertanya. Jadi total peserta 24 orang. Mereka ditempatkan di wilayah imajiner yang dibuat sesuai kepentingan permainan, dan dipersilakan saling membunuh di sana. Yang terakhir hidup adalah pemenangnya.


Tak usah disebutkan lagi, semua orang benci Capitol, tapi tidak berani melawannya. Sedikit yang masih punya keberanian masih bisa mengisi perut. Seperti Katniss Everdeen, cewek 16 tahun, dari Distrik 12, yang masih berani berburu di hutan, meskipun itu terlarang. Sehari-hari sepulang sekolah Katniss berburu ditemani Gale, cowok 17 tahun. Hubungan mereka... mmm... bukan pacar, cuma teman baik sekali.


Di hari pengundian nama peserta Hunger Games tahun itu (yang wajib diikuti oleh semua remaja umur 12-18 tahun), nama Primrose, adik Katniss keluar sebagai peserta. Tanpa pikir panjang Katniss mengajukan diri sebagai gantinya. Bersamanya terpilih Peeta Mellark sebagai wakil Distrik 12.


Mulailah mereka sebagai boneka Capitol. Didandani, disuruh belajar berbagai cara penyelamatan diri di alam liar arena Hunger Games. Dan bersandiwara supaya bisa menarik perhatian para sponsor, karena bantuan sponsorlah yang bisa menentukan hidup/mati mereka di arena.


Peeta hebat sekali saat mengatakan dia jatuh cinta pada Katniss sejak kecil. Segera saja mereka memainkan pasangan cinta tak sampai dan menarik simpati jutaan penonton di Capitol serta seluruh Panem. Ditambah lagi, keunggulan Katniss berburu membuatnya tak terkalahkan dalam arena. Mereka bersembunyi di hutan arena, lari dari kejaran anak-anak distrik lain yang haus darah.


Pada akhirnya mereka mengubah peraturan Hunger Games. Tapi bagaimana hubungan Katniss dan Peeta sebenarnya? Bagaimana hubungan Katniss dengan Gale? Dan bagaimana pendapat Capitol tentang dua remaja dari Distrik 12 ini?


Membaca buku ini membuat kita membayangkan hal-hal yang tak terbayangkan. Misalnya, apa yang akan terjadi puluhan atau ratusan tahun dari sekarang? Apakah negara kita masih berdiri? Apakah negara adikuasa seperti Amerika masih berdiri? Apakah tiran dan kemasabodohan, seperti yang dulu di abad-abad kegelapan terjadi, bisa terjadi lagi? Apakah segala teknologi yang sekarang kita miliki ini bisa terus membantu kita, atau cuma akan membantu kelas-kelas masyarakat tertentu saja nantinya? Apakah kemiskinan akan terus ada, bahkan semakin menjurang dengan masyarakat kelas atas? Apakah selamanya manusia akan haus darah?


Daripada pusing berandai-andai, ikut saja berdebar-debar bersama Katniss dan Peeta dalam Hunger Games. Dan tunggu kelanjutan buku keduanya!

Garudayana~Is Yuniarto

Saya tertarik membeli komik lokal ini setelah membaca ulasannya dalam The Jakarta Globe. Terus terang, saya tertariknya karena tema komik ini soal wayang-wayang Mahabarata, soalnya dari kecil dulu saya sudah jadi penikmat Mahabarata dan Ramayana sih. (Baca ulasan sebelumnya soal The Palace of Illusions~Chitra Banerjee Divakaruni.)


Sekarang wayang dibuat komik modern... hmmm...


Kalau bicara komik, kita mesti bicara gambarnya. Dan gambar-gambar dalam Garudayana ini “Jepang bangeeet”! Hahaha... Tapi lucu-lucu kok. Saya suka tarikan garisnya yang bersih, dan tokoh-tokohnya yang ekspresif. Gambar tokoh-tokohnya juga bagus-bagus, terutama gambar tokoh Mas Ganteng Arjuna, yang pada pandangan pertama jadi... Legolas! Ha? (Kucek-kucek mata!) Legolas? Benar? Tapi kok namanya Arjuna... hahaha... whatever... Jelas Is Yuniarso berhasil banget menuangkan sosok Arjuna yang jadi pujaan kaum perempuan.


Soal kisah dan penceritaan Is Yuniarso juga berhasil banget menciptakan dan menganyam tokoh-tokoh baru ke dalam cerita yang sudah ada pakemnya. Tokoh Kinara dan si burung Garuda kecil ini pas banget untuk jadi sentral cerita. Mereka juga yang menghidupkan cerita dan membuat saya ketawa-ketawa geli melihat gambar-gambar ekspresi mereka.


Kisahnya diawali dari tokoh Kinara muncul di Lembah Para Batara dengan tujuan merampok kuburan. Kinara langsung diserang siluman harimau dan beraksi bak AJo di Tomb Raider. Huh, pokoknya seru bo! Sembari beraksi (plus adegan dagelan, namanya juga komik), Kinara mendengar suara minta tolong. Ternyata suara itu datang dari telur Garuda yang disimpan siap disantap Ashuka (raksasa). Memegang si telur, Kinara lalu dikejar si raksasa. Tapi kemudian muncul Gatotkaca... Sementara Kinara dan si Garuda kecil yang baru menetas selamat. Tapi mereka kemudian terjebak dalam perebutan Garuda antara pihak Pandawa dan Kurawa. Huuu... seru...


Ditutup dalam sesaat santai yang digunakan Garuda untuk belajar terbang, mungkin ini komik Indonesia yang saya rasa sukses dalam hal gambar dan cerita. Tentu jadi nggak sabar baca buku keduanya!